
Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap tarif resiprokal atau tarif timbal balik yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara sukar dipahami. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena tarif resiprokal sebesar 32%.
“Tarif resiprokal yang disampaikan oleh Amerika terhadap 60 negara menggambarkan cara penghitungan tarif tersebut yang saya rasa semua ekonomi yang sudah menuntut ilmu ekonomi tidak bisa memahami,” ungkapnya dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/3/2025).
Menurutnya Trump sudah tidak menggunakan ilmu ekonomi dalam mengambil keputusan dan lebih berniat menutup defisit dengan kawan dagangnya. Bagi Trump yang paling penting merupakan meminimalkan ketergantungan impor dari negara lain.
Baca juga: Trump Patok Tarif Impor Tinggi, Prabowo: Banyak Negara Cemas! |
“Jadi ini juga sudah tidak berlaku lagi ilmu ekonomi, yang penting pokoknya tarif duluan alasannya merupakan maksudnya merupakan menutup defisit. Tidak ada ilmu ekonominya di situ. Menutup defisit, itu artinya saya tidak mau bergantung atau beli terhadap orang lain lebih banyak dari apa yang saya dapat jual terhadap orang lain,” beber Sri Mulyani.
“Itu purely transactional. Tidak ada landasan ilmu ekonominya. Makara teman-teman ini ada ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) di sini, mohon maaf tidak berkhasiat pak ilmunya hari-hari ini,” tambah dia.
Menurut Bendahara negara, Presiden Prabowo Subianto sebenarnya sudah membekali jajaran anak buahnya soal keadaan dunia yang bakal dipimpin oleh para realis dan pragmatis semenjak perang dunia kedua. Ia menganggap realitasnya menjadi lebih singkat dan mesti direspons dengan tepat.
Adapun tarif resiprokal direspons aneka macam negara hingga membuat keadaan negatif bagi pasar keuangan. China yang sebelumnya dianggap akan menahan diri justru menyodorkan perilaku yang serupa kerasnya dengan AS.
“Dan ini membuat sebuah eskalasi, makanya pemburukan di pasar duit dalam dua hari terakhir ini alasannya merupakan respon kedua sesudah China menyodorkan retaliasi,” tuturnya.
Setelah China mengeluarkan sikap, Trump balik mengancam akan mengoptimalkan tarif menjadi 50%. Sri Mulyani beropini keadaan ini mesti dihadapi dengan perilaku terbuka dan pragmatik, serta mesti agile di dikala yang bersamaan.
“Sesudah China menyodorkan retaliasi, Presiden Trump dengan Twitter menyampaikan saya akan mengoptimalkan lagi biayanya menjadi 50%. Ini merupakan eskalasi yang belum berakhir. Dan alasannya merupakan ini sudah menyangkut Presiden dengan Presiden, lazimnya akan sungguh sukar untuk face saving-nya,” tutupnya.
Simak juga Video: Trump Sebut Kebijakan Tarif Bagaikan ‘Obat’ untuk Ekonomi
sri mulyaniekonomi globaltarif resiprokaldefisit perdagangankebijakan perdagangan