
Jakarta –
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) bermaksud bagi membangun konsorsium penilai Innovative Credit Scoring (ICS) dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Secara lazim credit scoring yaitu metode analisa terhadap kesanggupan seseorang dalam mengeluarkan duit keharusan pinjamannya, tergolong kredit kerja keras rakyat (KUR). Biasanya credit scoring cuma menggunakan data konvensional, menyerupai data identitas, data agen kredit dan data perbankan.
Ad interim, metode analisa ICS menekankan pada penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk menganalisis kesanggupan mengeluarkan duit kandidat debitur secara dinamis dan memakai sumber data alternatif.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, menyampaikan konsorsium ini nantinya akan bertugas bagi mengatur, memantau dan menyeleksi persyaratan ICS yang mau dipraktekkan oleh perbankan.
Terkait inisiasi pembentukan konsorsium ini menurutnya juga sudah dibicarakan oleh Menteri Koperasi UKM Teten Masduki bareng dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Ekonomi Airlangga Hartarto, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar.
“Kami mulai membentuk konsorsium yg berisikan Menko Perekonomian, OJK, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koperasi sendiri menjadi salah satu anggota konsorsium,” kata Yulius dalam rapat pers penerapan ICS di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Baca juga: BI Potong Bunga Acuan Makara 6%, Ini Alasannya |
Yulius menerangkan metode analisa ICS nanti disarankan menggunakan dimensi data alternatif menyerupai data telekomunikasi, BPJS, penggunaan listrik, transaksi e-commerce dan lainnya. Menurutnya data-data ini sanggup digunakan bagi menyaksikan pengeluaran atau kesanggupan keuangan mereka.
Menurutnya penerapan metode ICS ini nanti sanggup menolong pemerintah dan bank penyalur KUR buat menjajal mendapatkan UMKM yang tak dapat mengajukan pinjaman atau KUR alasannya argumentasi tertentu menyerupai belum punya catatan kredit atau tak mempunyai angsuran, walaupun mereka sebenarnya mempunyai Kelayakan untuk mengajukan pinjaman.
“Jika pada mulanya credit scoring hanya memakai data konvensional menyerupai data identitas, data biro, kredit, dan data perbankan. Namun dalam data tersebut ternyata tidak cukup untuk dijadikan penilaian. Dikarenakan masih terdapat UMKM yang sebenarnya pantas tetapi tidak menemukan kredit,” terangnya.
Yulius menyampaikan metode ICS ini juga sudah diujicobakan terhadap 72.004 debitur UMKM. Dalam hal ini ia menyebut metode ICS terbukti bisa memajukan analisa santunan pinjaman perbankan terhadap kandidat debitur yg tidak terjaring dengan metode credit scoring konvensional.
“Kami sudah ditangani Pilot Project dengan memakai 72.004 data kredit produktif dengan hasil tingkat perjanjian kredit bertambah 5% dengan tingkat risiko NPL tetap tersadar pada nilai yang serupa dengan skoring data konvensional yaitu antara 0,6% – 0,7%” kata Yulius.
“Artinya dengan memakai (sistem ICS) ini data yang tertangkap, data yg bisa kami gunakan dalam UMKM ini ia naik, tapi jumlah balasannya tidak berubah,” terangnya lagi.
konsorsium credit scoringkemenkop ukmojkkementerian keuangan